Template by:
Free Blog Templates

Kamis, 22 Oktober 2009

Cacing Laut "Pengebom" Bercahaya


Share on Facebook

SAN DIEGO,

Ini bukan cacing biasa, tetapi cacing istimewa yang mengeluarkan cahaya warna-warni pada kedalaman laut lebih dari 3.500 meter.

Para peneliti dari Scripps Institution of Oceanography di Universitas California, San Diego, AS, menemukan keberadaannya ribuan kaki di bawah permukaan laut sisi barat dan timur laut Samudra Pasifik. Mereka menyebut kelompok cacing spesies baru Swima bombiviridis itu sebagai ”pengebom hijau”.

Bukan hanya tubuh yang bercahaya, tetapi bagian tubuh yang dilepaskannya pun hijau kemilau. Cacing berukuran 3/4 hingga 4 inci itu melepaskan bagian tubuhnya yang berwarna satu atau dua kali. Diameter bagian tubuh yang terlepas atau ”bom” itu antara 1-2 milimeter.

Para peneliti menginterpretasikannya sebagai mekanisme menghindari mangsa. Pasalnya, cacing-cacing itu langsung berenang menjauh seusai melepaskan ”bom”, yang bisa tergantikan lagi itu.

Ketua tim peneliti, Karen Osborn, menyatakan, cacing itu sebenarnya bukan binatang langka. Sering kali, melalui wahana bawah laut yang dikendalikan jarak jauh, mereka menemukan koloni serupa. Keunikannya, cara mengambil sampel di habitatnya itulah yang tidak mudah.

Kini tim peneliti memiliki sejumlah cacing di laboratorium. Salah satunya untuk mengetahui kandungan bahan kimia yang menghasilkan tubuh bercahaya.

Temuan itu, lanjut Osborn, menjelaskan seberapa banyak informasi yang dunia ketahui tentang organisme dan keanekaragaman laut dalam.

created by_Adex esperanzha


Kutub Bakal Tak Punya Es


Share on Facebook

Para peneliti meramalkan, Laut Artik (kutub) akan bebas es pada musim panas dalam satu dekade mendatang. Setelah musim semi berlalu, para peneliti kembali mengukur ketebalan es sepanjang 450 kilometer dengan rute menyeberangi Laut Beaufort. Mereka menemukan sebagian besar es sangat tipis.

Pemimpin ekspedisi dan pakar es lautan dari University of Cambridge, Peter Wadhams, mengatakan, pada musim semi tahun lalu rata-rata ketebalan es hanya 1,8 meter, menandakan usia lapisan itu sekitar satu tahun. Sementara itu, es yang sudah bertahun-tahun sekitar 3 meter.

Tipisnya lapisan tersebut menjadi indikasi penting kondisi memprihatinkan es di Laut Artik. ”Secara sederhana, es tipis itu akan sekejap hilang pada musim es mulai meleleh,” ujarnya. Angin dan arus laut dapat pula memecah es yang tipis itu. Es yang terpecah dan mengapung bebas akan mudah terdorong ke wilayah perairan yang lebih hangat dan mencair. Catlin Arctic Survey dan kelompok konservasi internasional WWF mendukung penemuan tersebut.

Situasi es di Artik tersebut sangat dipengaruhi iklim dan kondisi alam. Kondisi es di Laut Artik kerap pula dikaitkan dengan perubahan iklim dan pemanasan global.

Peneliti Australia Susun Atlas Burung di Indonesia

SALATIGA, - Peneliti biologi konservasi dari Universitas Charles Darwin Australia Dr Richard Noske berencana mengajak lembaga swadaya masyarakat dan peneliti Indonesia menyusun atlas burung di Indonesia mulai tahun depan. Atlas itu diharapkan menjadi basis data, sekaligus membangkitkan kepedulian konservasi burung berikut habitatnya

Selama ini di Indonesia belum ada atlas burung. Atlas itu antara lain berisi pemetaan persebaran burung, jenisnya. "Saya sudah berbicara dengan beberapa peneliti Indonesia untuk bersama-sama menyusunnya," kata Richard Noske saat memberi kuliah umum Tropical Bird di Universitas Kristen Satya Wacana (UKSW) Salatiga, Jawa Tengah, Senin (19/10).

Menurut dia, program itu akan dimulai pada tahun 2010 dengan proyek percontohan mengambil tempat di Pulau Jawa. Dalam bayangannya, atlas itu akan membagi Indonesia dalam enam subbagian, seperti Sumatera, Jawa, Kalimantan, dan Papua.

Setiap subbagian itu akan dibagi kembali sesuai karakteristiknya masing-masing. Dia memperkirakan penelitian ini membutuhkan waktu setidaknya 6 tahun dengan produk akhir atlas dalam bentuk cetak, serta bentuk online yang terus diperbaharui.


Lencana Facebook