Template by:
Free Blog Templates

Senin, 05 Oktober 2009

24 Pulau di Indonesia Hilang, Ribuan Lainnya Terancam


Tercatat sebanyak 24 pulau kecil di Indonesia telah lenyap, baik akibat kejadian alam, maupun ulah manusia. Namun, itu belum seberapa. Yang lebih mengkhawatirkan, 2.000 pulau lain di Tanah Air juga terancam tenggelam akibat dampak pemanasan global. Hal itu diungkapkan oleh Menteri Kelautan dan Perikanan RI Freddy Numberi saat menyampaikan kuliah umum di Universitas Widyatama (Utama) Bandung, Jumat (2/10). Acara kuliah umum ini dihadiri pula oleh Bupati Sorong Stepanus Malak dan civitas akademika Utama.

Freddy menyatakan, ke-24 pulau ini hilang akibat tsunami Aceh pada 2004, abrasi, dan kegiatan penambangan pasir yang tidak terkendali. Pulau-pulau ini di antaranya Pulau Gosong Sinjai di NAD akibat tsunami, Mioswekel di Papua akibat abrasi, dan Lereh di Kepulauan Riau akibat penambangan pasir. Pemanasan global, ucapnya, menjadi ancaman paling konkret dan berbahaya bagi pulau-pulau lain di Tanah Air.

Menurut analisis bersama Departemen Kelautan Perikanan RI dan PBB, pada tahun 2030, sekitar 2.000 pulau kecil di Indonesia akan lenyap. "Saya punya list-nya, tetapi tidak bisa diungkapkan di sini," ujarnya. Dikatakan Freddy, kenaikan permukaan laut bisa mencapai lebih dari 2 meter jika tidak ada penanganan serius dalam menghentikan laju pemanasan global.

Tidak hanya di pulau-pulau kecil, dalam simulasi dampak perubahan iklim, sebagian wilayah pesisir utara Jakarta akan tenggelam. "Bandara Soekarno-Hatta pun akan tenggelam jika tidak ada upaya serius mengurangi laju pemanasan global. Percaya sama saya, adik-adik sekalian kalau masih hidup di masa itu suatu hari akan mengingat omongan saya ini," ujarnya.

Ancaman tenggelamnya pulau akibat kenaikan permukaan laut, ucapnya, bukanlah isapan jempol. "Sekarang, telah betul-betul terjadi," ucapnya memberikan contoh negara Kepulauan Kiribati dan Tuvalu. "Presiden Kiribati telah meminta warga dunia untuk menampung warganya karena 'negeri' mereka telah hilang," tuturnya. Warga-warga dari negara yang berada di Samudra Pasifik ini telah ditampung di Australia dan Selandia Baru.

Share on Facebook


Jalur Padang-Bengkulu Putus


Hujan deras yang mengguyur Sumatera Barat, Minggu malam hingga Senin (5/10) siang, menyebabkan jalan lintas barat Sumatera jalur Padang-Bengkulu terputus di Kilometer 43, di Baruang-Baruang Belantai, Kabupaten Pesisir Selatan.

Kepala Dinas Pekerjaan Umum Sumatera Barat Dody Ruswandi mengatakan, putusnya jalan di kawasan pesisir selatan itu karena badan jalan terban (ambles) digerus arus sungai sepanjang 30 meter. "Jalan alternatif tidak ada sehingga kini ratusan kendaraan antre, baik menuju Painan dan Bengkulu, maupun sebaliknya," katanya.

Menurut Dody, pihaknya sepanjang Senin sudah menurunkan petugas dan alat berat untuk langkah penanggulangan. Selasa besok akan diupayakan agar kendaraan bisa melewati jalan yang masih darurat. Sementara itu, badan jalan lintas tengah Sumatera jalur Padang-Solok yang putus di kawasan Panorama Sitinjau Lauik, Kota Padang, yang menyebabkan dua kendaraan tertimbun, sudah mulai pulih.

Dody mengingatkan pengendara agar berhati-hati jika hujan. Kawasan perbukitan rawan longsor, dan kawasan jalan pinggir sunggai rawan ambles. "Berhentilah melewati daerah rawan jika hujan lebat. Setelah mereda, silakan lanjutkan perjalanan," katanya.

Share on Facebook

Kenapa Gempa 7,6 SR di Laut Tak Memicu Tsunami?


Gempa di Provinsi Sumatra Barat pada Rabu (30/9) petang tidak memicu tsunami padahal termasuk sangat besar dengan kekuatan 7,6 SR dan di laut. Hal tersebut mungkin karena pusat gempa 71 km di bawah permukaan laut dalam tidak cukup kuat untuk mengangkat kulit bumi.

"Pada kedalaman tersebut gempa tidak cukup kuat untuk menimbulkan tsunami. Apabila terjadi gempa susulan, biasanya kekuatannya lebih kecil," demikian Kepala Badan Geologi, Departemen Energi dan Sumberdaya Mineral, R Sukhyar mengatakan di Jakarta, Rabu. .

Sebelumnya Pusat Peringatan Tsunami pacific (PTWC) melansir peringatan potensi tsunami untuk wilayah Sumatera bagian barat dan negara-negara Asia Selatan. Namun, peringatan tersebut dicabut satu jam kemudian. Sementara BMKG menyatakan gempa tersebut tidak berpotensi tsunami.

Menurut Sukhyar, gempa tersebut terjadi akibat pertemuan atau penunjaman lempeng tektonik Samudera Hindia di bawah lempeng Asia di pantai barat Sumatra. Gempa tektonik berkekuatan 7,6 pada skala Richter itu mengguncang Provinsi Sumatra Barat (Sumbar) pada Rabu pukul 17.16 WIB.

Keterangan yang diperoleh dari Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) menyebutkan gempa terjadi pada episentrum 0,84 Lintang selatan (LS) dan 99,65 bujur timur (BT), kira-kira 57 km barat laut Pariaman Provinsi Sumbar.

Gempa juga dirasakan di beberapa wilayah lain di Pulau Sumatra seperti Bengkulu, Medan, Pekanbaru, Aceh, Batam, bahkan hingga ke negara tetangga Singapura. Akibat gempa tersebut, warga panik berhamburan keluar gedung.
Share on Facebook

Lencana Facebook